Kiriman: Ichwan Prasetyo, 20 Maret 2012
Kriteria miskin yang ditetapkan pemerintah dikesampingkan. Aparat pemerintah desa sesukanya mendaftar para penerima BLT. Nepotisme dan koncoisme sangat kental. Siapa yang dekat yang aparat pemerintah desa baik miskin atau tak miskin, semua mendapat jatah BLT.
“BLT habis semata-mata untuk urusan konsumtif. Tak ada ekses pemberdayaan sama sekali,” kata guru SMP itu. Bagi warga penerima BLT–sekarang BLSM–pembagian dana itu adalah “pesta sejenak”, bisa membeli pulsa lebih banyak.
Semestinya, menurut anggota satpam dan guru itu, kompensasi kenaikan harga BBM total didisitribusikan ke sektor yang benar-benar memberdayakan rakyat. Menurut guru itu, sektor pendidikan masih butuh sangat banyak dana. Kini, masih sangat banyak anak usia sekolah dari kalangan warga miskin yang tak bisa menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun.
Baca di http://regional.kompasiana.com/2012/03/21/blsm-membantu-makin-memiskinkan-rakyat-miskin/