Kiriman: Arief Setiawan, 7 Agustus 2012
Kebebasan, betapapun tiada yang benar-benar tanpa batas. Namun akan dapat diterima oleh logika umum jika batas-batas yang telah ditentukan – dibuat guna melindungi, memberi arah dan sebagai panduan untuk mencapai kebenaran dan keadilan. Karena keduanya bagaimanapun hal yang mutlak bagi kemanusiaan.
Saya jadi teringat untaian kata-kata manis seorang Mark Twain, “Kindness is a language which the deaf can hear and the blind can see.” Agaknya berita terkini yang disarikan VOA pada 5 Agustus 2012 lalu yang bertajuk “Larangan Memakai Jilbab di Sekolah Filipina Timbulkan Kontroversi” telah menciderai makna kebebasan – yang sejak ribuan tahun lalu – diperjuangkan manusia. Salahsatunya yakni kebebasan berkeyakinan dan beragama.
Dilaporkan bahwa sebuah sekolah Katolik di Filipina mengeluarkan larangan bagi siswanya untuk mengenakan jilbab. Selain mengundang kontroversi, hal ini tentu saja bertentangan secara langsung dengan kebijakan departemen pendidikan di Filipina sendiri yang menyatakan, perempuan Muslim diperbolehkan mengenakan penutup kepala di sekolah dan dibebaskan dari kegiatan-kegiatan keagamaan yang non-Muslim.
Baca di http://arsetega.wordpress.com/2012/08/07/bukan-zaman-diskriminasi/