Kiriman: Zakharia Primaditya, 7 Oktober 2012
Sebenarnya tidak ada yang luar biasa dari memakai Facebook hari-hari ini mengingat hampir setiap individu di Indonesia memiliki akun. Bahkan fenomena yang ada seakan-akan memvalidkan Facebook sebagai sebuah indikator kenormalan sosial manusia. Oleh karena itu, saya tidak merasa aneh bila membaca artikel di http://www.voaindonesia.com/content/pengguna-facebook-capai-satu-miliar/1520796.html tanggal 4 Oktober 2012 yang berjudul “Pengguna Facebook Capai Satu Miliar” di dunia.
Prestasi bahwa Facebook sudah mencapai 1 milyar dalam rentang waktu delapan tahun memang mengesankan, tapi yang lebih membuat saya terpukau adalah kami beberapa warga di pedalaman Papua termasuk bagian di dalamnya. Sebuah sistem yang awalnya hanya dibuat sebagai majalah dinding asrama kampus, kini menjadi sangat signifikan fungsinya di seluruh dunia bahkan hingga ke pelosok hutan seperti di desa tempat saya hidup dan bekerja. Bagaimana seseorang yang sudah terbiasa hidup tanpa listrik, televisi, alas kaki dan HP, namun merasa sulit bila hidup tanpa Facebook. Media sosial ini pula yang membuat sekolah di pedalaman dengan staf dan murid lintas budaya dan negara terselamatkan oleh Facebook sebagai media komunikasi primer karena ketiadaan selular.
Sekolah kami memang bukan sekolah negeri, melainkan sekolah dengan staf dan murid lintas negara dan dengan kurikulum internasional. Menyadari pentingnya Facebook bagi seluruh staf, maka SMS dan pengumuman sekolah juga mengandalkan jejaring ini, seperti pengumuman pemadaman listrik, acara rapat dadakan, sampai ucapan selamat ulang tahun ke pimpinan sekolah.