Kapan Ya, AS Berhenti Perang?

Posted November 22nd, 2010 at 1:16 pm (UTC+0)
3 comments

Sebuah konvoi melintasi dataran di Kandahar, dekat sebuah markas militer AS. Foto diambil dari dalam kendaraan lapis baja. (AP Photo/Brennan Linsley)

KTT NATO di Lisabon akhir pekan kemarin menghasilkan kesepakatan penting; tenggat pengalihan pengamanan dari pasukan AS dan NATO ke pasukan Afghanistan, yaitu antara Juli 2011 hingga Desember 2014. Di KTT Lisabon, untuk pertama kalinya Presiden Obama menyatakan, bagi AS Desember 2014 merupakan batas akhir penempatan pasukan tempur di Afghanistan. Ini berarti 13 tahun sejak dilancarkannya Operation Enduring Freedom oleh pasukan AS dan Inggris sebagai reaksi atas serangan 11 September 2001, yang menandai awal perang AS di Afghanistan. Namun bukan berarti AS akan sepenuhnya menarik pasukan dari Afghanistan; sebagian akan tetap tinggal untuk melakukan apa yang disebut sebagai mendukung pasukan Afghanistan dalam ‘misi pelatihan dan kemanusiaan’.

Di dalam negeri, muncul kecurigaan dari kubu liberal bahwa tenggat baru Desember 2014 ini menunjukkan Barack Obama menyerah akibat tekanan partai Republik dan militer AS dan menggeser tenggat sebelumnya, yaitu jadwal dimulainya penarikan pasukan AS pada Juli 2011. Pihak Gedung Putih telah membantah tuduhan ini. “Presiden Obama telah mengatakan dengan jelas kita akan mulai menarik mundur pasukan Juli 2011 dan tidak ada perubahan dalam kebijakan tersebut”, menurut jubir Gedung Putih Tommy Vietor. Namun pada kenyataannya, bahasa yang digunakan oleh pihak Gedung Putih dan militer AS kini bukan lagi ‘withdrawal’ (penarikan), melainkan ‘transition’ (transisi). Beberapa Senator Republik termasuk John McCain dan Lindsey Graham juga telah mengindikasi bahwa 2014 dan bukan 2011, yang menjadi tanggal penarikan mundur pasukan secara signifikan.

Presiden Barack Obama berbicara di KTT NATO di Lisabon, Sabtu, 20 November (AP Photo/Virginia Mayo)

Pernah baca novel dystopia “1984” karangan George Orwell? Buku ini menceritakan mengenai suatu pemerintahan oligarkis dan diktator yang menguasai pola pikir masyarakatnya dengan menggunakan ‘doublespeak’, bahasa untuk mengkonstruksi realita baru yang bertolak-belakang dengan kenyataan sebenarnya. Dalam budaya pop, istilah ‘Orwellian’ biasa digunakan untuk menggambarkan pemberian label untuk memberi kesan tertentu pada suatu obyek. Contoh favorit saya untuk fenomena ini adalah istilah “tall” yang kita gunakan untuk memesan kopi berukuran “small” di kedai kopi yang berlogo ikan duyung diapit dua bintang dengan latar belakang hijau. Nah, saya curiga istilah ‘transisi’ yang kini mulai digunakan pemerintah Obama termasuk ranah Orwellian, menggunakan istilah untuk menanamkan konteks yang diinginkan. Istilah ‘transisi’, terutama di telinga kubu konservatif pendukung partai Republik, tentu terdengar lebih bertanggung jawab dibanding ‘penarikan’ yang berkesan agak pengecut, seolah kabur sebelum menang – suatu predikat yang sering dilontarkan ke arah Presiden Obama. Di sisi lain, istilah transisi diharap dapat memuaskan basis liberal yang gerah tak sabar mengakhiri semua perang yang melibatkan negaranya. Karena istilah transisi termasuk longgar secara definisi – kalau kita artikan sebagai proses berpindah dari titik A ke titik B, selama masih ada gerakan seberapapun minimnya, maka tetap layak disebut sebagai transisi.

Inginkah Presiden Obama segera mengakhir perang? Saya yakin secara pribadi ia ingin. Penghematan biaya perang Afghanistan yang mencapai $6,7 milyar per bulan ini dapat digunakan untuk memangkas defisit anggaran AS yang terus melambung atau digunakan untuk berbagai program penciptaan lapangan kerja. Defisit bengkak dan tingkat pengangguran di atas 9,5% adalah dua batu besar penindas popularitas Obama dan penyandung kans masa jabatannya yang kedua. Namun menghentikan perang tak semudah memerintahkan perubahan prioritas anggaran. Anggaran militer AS mencapai 43% total anggaran militer semua negara di dunia (menurut perhitungan Stockholm International Peace Research Institute) sementara China di posisi kedua hanya mencapai 6,6%. Alasannya adalah kuatnya percokolan ‘military industrial complex’ di negara ini, yaitu hubungan erat dan saling menguntungkan antara pihak yang ditugaskan mengelola perang (eksekutif dan legislatif) dengan industri penghasil alat perang. Hubungan ini terjalin erat selama 50 tahun terakhir, dan bahkan seorang Barack Obama yang pasifis sekalipun tak mampu menguraikannya. Selama teori “perang untuk keuntungan” terus terbukti, AS akan terus menggunakan pendekatan dan solusi militeristik dalam hubungan internasionalnya.

Salam dari Washington!

*Blog ini berisi opini penulis yang tidak mencerminkan pendapat maupun posisi editorial VOA.

3 responses to “Kapan Ya, AS Berhenti Perang?”

  1. josh says:

    perang perang perang lagi………………………………………
    yg paling kejam & tdk berprikemanusian adalah
    PERANG MULUT, perang yg satu ini sangat dasyat & lbh
    kejam dari PD I & PD II

  2. Scor Wang says:

    Mari Scor lihat!.
    Apakah kamu benar benar hebat dalam soal blog?.
    Apa yang kamu tulis di atas.
    Scor tidak ngerti.
    Karena Scor tidak membacanya dengan baik dan jelas.
    😀 .

    From : http://www.twitter.com/Scorwang .

    ~ Apakah kamu memang sebaik kamu kira?!.

  3. Scor Wang. says:

    Ngenai perang jah?.
    Untuk Amerika adalah hal yang kecil!.
    Kapan mau pulang? ; Bisa!.

    Tetapi mana dulu uangnya?.

    Sama Scor.
    Semua itu adalah hal yang,,, kecilll.
    Ibarat kan debu yang per per itu.
    Dengan jarak pandang Jambi – Washington Dc.
    Apa kelihatan itu? ;
    Kecil, bukan!.
    Tetapi mana bayarannya dulu? ( *Scor* *Ways* !(?) ).

    :).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

Calendar

November 2010
M T W T F S S
« Sep   Dec »
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930