Seperti apa sosok diplomat di bayangan Anda? Seseorang yang berpenampilan dan berkelakuan rapi, bertutur sopan dengan senyum meyakinkan senantiasa terpampang? Seseorang yang paham table manners, di meja makan bisa membedakan garpu yang harus digunakan untuk makanan pembuka dan penutup, di meja perundingan lihai menata ucapan sehingga negosiasi berjalan mulus?
Insiden hari Minggu kemarin menunjukkan betapa menipunya gambaran tersebut. Diplomacy, is a dirty business after all.
Minggu sore kemarin, saya tengah di mobil melintas jalan tol I-95 dari New Jersey kembali ke Washington, DC sepulang dari libur akhir pekan Thanksgiving. Seperti biasa radio saya terpanteng di National Public Radio, radio publik yang kerap mengangkat berita internasional. Di situlah saya dibuat tercengang akibat berita terakhir mengenai Wikileaks, LSM yang menerbitkan dokumen-dokumen dari sumber rahasia dan anonim, biasanya yang menuduh adanya penyelewengan di pemerintahan dan korporasi. Sejak diluncurkan tahun 2006, situs Wikileaks telah memuat sekitar 12 juta dokumen tersebut. Namun, yang membuat Hillary Clinton kebakaran jenggot (jenggot metaforik tentunya) adalah 250.000 dokumen terakhir yang tak lain adalah kabel diplomatik rahasia dari berbagai kedutaan besar AS di seluruh dunia. Dokumen-dokuman ini memberikan gambaran gamblang mengenai urusan dapur diplomasi internasional yang selama ini terjadi di balik layar; rumit, semrawut, penuh intrik, negosiasi di bawah meja dan gosip mengenai para tokoh dunia.
Penasaran? Berikut beberapa contoh tuduhan yang tersirat dari dokumen-dokumen ini:
– Pemimpin Saudi Arabia, Raja Abdullah diam-diam pernah mendesak AS menyerang Iran untuk menghentikan program nuklirnya.
– Washington pernah mendesak Saudi Arabia untuk menjanjikan China sumber energi jangka panjang jika Beijing mau ikut menekan Tehran.
– Menlu Clinton pernah memerintahkan para diplomatnya untuk memata-matai diplomat PBB.
– Operasi militan Sunni, termasuk Al Qaida ditopang penyandang dana Saudi Arabia.
– Pemerintah Rusia terkait erat dengan kelompok mafia di negara tersebut.
– Pemerintah China dalang di balik upaya hacking komputer global.
– Presiden Afghanistan Hamid Karzai adalah pemimpin yang lemah dan paranoid.
– Kanselir Jerman Angela Merkel tak suka ambil resiko dan jarang kreatif.
– Vladimir Putin dan Silvio Berlusconi terlibat bromance, sering memberikan hadiah mewah dan kontrak bisnis gemuk.
– Pemimpin Libya Muammar Ghadafi selalu bepergian didampingi “suster Ukraina pirang montok.”
Phew!
Simak segmen Pojokan DC di Delta FM bersama Farhan dan Patsy di bawah ini:
Kini kita tahu bahwa kebocoran ini sudah diketahui pemerintah AS sebelumnya, namun Washington tidak memiliki landasan hukum untuk menghentikan Julian Assange, pendiri Wikileaks untuk merilis informasi ini. Selama beberapa minggu kemarin Menlu Hillary Clinton sibuk menelpon para pemimpin dunia terkait, untuk memperingatkan mereka dan menegaskan bahwa kabel-kabel ini merupakan laporan diplomatik mentah dari lapangan serta tidak mencerminkan kebijakan pemerintah AS. Pemerintah Obama dan politisi dari kedua kubu di Washington, Demokrat dan Republik, telah mengecam Wikileaks dan Julian Assange, serta menyatakan kebocoran ini membahayakan nyawa banyak orang di seluruh dunia dan mengganggu kepentingan strategis AS dan negara-negara lain.
Meski kasus ini membuat geleng-geleng kepala, namun bagi orang yang paham dunia diplomasi ini bukan hal baru. Hubungan apapun, apalagi hubungan serumit dan sarat kepentingan dan resiko antar negara, pasti tak lepas dari intrik. Jadi meski ini kasus memalukan bagi negara-negara yang terlibat, namun dunia diplomasi akan terus berjalan seperti biasa. Mungkin yang berubah hanyalah tingkat keamanan yang diterapkan pada komunikasi diplomatik ini untuk mencegah hacking dan kebocoran di masa depan. Seperti yang dikatakan oleh seorang analis politik internasional Professor Michael Cox, “Diplomats have always said rude things about each other in private, and everyone has always known that.”
Salam dari Washington!
*Blog ini berisi opini penulis yang tidak mencerminkan pendapat maupun posisi editorial VOA.
3 responses to “Diplomasi Internasional, Sopan di Depan Comel di Belakang.”
diplomacy is strategy
there are no friends.. nor enemy
its all just about a bunch of money!!!
to feed the politician from many countries..!!
Amerika di audit oleh Hacker? (?).
Ha ha.
Tetapi begini dech.
Kalian dapat dan bisa menipu manusia (?).
Tetapi tidak dengan Tuhan!.
Jika rules masih di dalam koridor itu.
Kalian aman dech.
Artinya : Kalian menipuin manusia.
Tetapi terhadap Tuhan (?).
Kalian nyerah dan angkat tangan.
Ha ha.
Artinya : Apa yang kalian mainkan itu (?).
Kalian yakin dan dapat di pertanggung jawabkan entarnya.
Dengan ?.
Kalian jawab jawab sendiri sendiri dech.
:D.
At the same time, they can nevertheless boast of very high quality within perform simply because providers are very educated and trained. They are able to additionally manage to recruit more labor as the expense is low and may therefore provide much better top quality at work than they could otherwise.